Minggu, 31 Oktober 2010

NASA akan Membuktikan Keberadaan Semesta Paralel

Semesta yang kita huni ini hanyalah salah satu gelembung saja di antara gelembung-gelembung lain yang jumlahnya tak berhingga. Di gelembung-gelembung lain itu, yang bergerak dalam waktu yang bersamaan dengan gelembung dunia kita ini, segalanya berbeda: hukum fisika, sosial, moral - segalanya.

Bisa jadi wujud seorang manusia yang kita kenal di dunia ini juga ada di gelembung dunia yang lain namun nama, peruntungan dan sifatnya berbeda, tinggal dalam masyarakat yang bahasanya masih bahasa Indonesia namun dengan satu perbedaan kecil dalam tata bahasanya - satu saja perbedaan sudah bisa mengubah segala hal, bukan?

Sabtu, 30 Oktober 2010

Merapi, Venus

Letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah-DIY membuat kita sadar bahwa Bumi adalah sebuah planet yang "hidup". Jutaan tahun yang lalu, ketika Matahari masih sangat muda dan menebarkan panas yang jauh lebih panas daripada yang kita rasakan sekarang ini, Bumi adalah gumpalan debu dan gas angkasa yang panas membara, bergolak dan berpijar-pijar.

Ketika tungku di Matahari menjadi lebih tenang dan panasnya relatif stabil, Bumi turut menjadi dingin. Debu dan gas-gas angkasa membeku menjadi kerak Bumi, yang sekarang kita sebut sebagai lapis-lapis bebatuan. Akan tetapi di antara gas-gas itu masih ada yang terjebak di balik lapisan kerak Bumi. Itulah yang kita kenal sebagai magma. Ketika mengalir ke permukaan Bumi, magma itu kita sebut lahar atau lava.

Jumat, 29 Oktober 2010

R2, Robonaut Pertama dalam Penerbangan Terakhir


R2 akan menjadi robot pertama yang turut serta dalam penerbangan antariksa bersama enam orang astronot. Uniknya, misi penerbangan itu adalah misi penerbangan terakhir pesawat yang ditumpanginya. Discovery melakukan penerbangan terakhir pada 1 November 2010 untuk melakukan misi selama 11 hari di ISS.

R2 adalah singkatan dari Robonaut 2. Tentu robot ini tidak seperti C-3PO dalam Star Wars yang ceriwis itu. R2, menurut Stephanie Pappas, reporter space.com dan penulis senior di ScienceLive yang menyaksikan konferensi pers R2, adalah robot yang sangat pendiam.

Misi Terakhir Discovery

Perlombaan AS-US dalam penjelajahan luar angkasa bisa dikatakan sudah "selesai" dengan berakhirnya Perang Dingin pada akhir 1990-an. Kini, perlombaan yang sama dilakukan dengan suasana yang lebih sehat, bersahabat dan penuh semangat perdamaian. Para "pemainnya" sekarang juga lebih banyak: NASA, ESO (Eropa), badan luar angkasa Rusia dan badan luar angkasa China.

Program luar angkasa NASA pun mengikuti semangat yang sama. Bulan tidak lagi menjadi tujuan. Menurut space.com, Presiden Barack Obama telah menandatangani undang-undang yang mengalihkan visi luar angkasa NASA ke arah Mars dan asteroid.

Tata Surya: Sistem yang Lazim di Angkasa Raya

Keluarga Matahari kita kemungkinan besar bukan satu-satunya keluarga langit di alam semesta ini. Pengamatan terbaru yang dilakukan Andrew Howard dan Geoffrey Marcy dari Universitas Berkeley, California, menunjukkan bahwa sistem serupa juga ada pada bintang-bintang lain.

Satu dari empat bintang yang mirip dengan Matahari bisa jadi memiliki planet yang seukuran Bumi.

Howard dan Marcy mengamati 166 bintang tipe G dan K. Jarak kedua bintang tersebut dari Bumi adalah 80 tahun cahaya, setara dengan 757 trilyun kilometer.

Kamis, 28 Oktober 2010

Resolusi B5 dan B6 IAU

Resolusi B5 dan B6 dikeluarkan oleh IAU (International Astronomical Union) untuk menyikapi perdebatan tentang status Pluto. Dalam buku-buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang diajarkan di sekolah tingkat menengah di Indonesia, Pluto disebut sebagai planet ke-9 dalam sistem Tata Surya kita. Akan tetapi penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa Pluto tidak memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah Planet. Oleh karena itu statusnya kemudian diubah.

Planet Ekstrasolar (1)

Sejak pertama kali ditemukan di luar Tata Surya pada 1992 dan 1995, pencarian planet ekstrasolar menjadi salah satu bidang paling dinamis dalam astronomi. Pengetahuan kita tentang planet-planet ekstrasolar berkembang pesat, mulai dari pengetahuan tentang proses pembentukan dan evolusinya hingga berbagai metode untuk mendeteksi planet-planet tersebut.

Planet adalah benda langit yang mengorbit bintang, memiliki massa cukup besar sehingga mampu membentuk diri menjadi massa yang berbentuk hampir bulat, dan mampu membersihkan area piringan planet (planetary disc - materi-materi yang tersisa dari proses pembentukan planet). Planet berbeda dari planet kerdil (seperti Pluto), yang tidak memiiliki massa yang cukup untuk membersihkan area piringan planet.

Astrofisikawan Lexander Wolszcczan dan Dale Frail mendeteksi planet ekstrasolar pertama pada 1992, yaitu tiga buah planet ekstrasolar yang mengorbit pulsar PSR1257+12. Penemuan ini tidak dikonfirmasi. Penemuan planet ekstrasolar yang dikonfirmasi - tentu oleh pengamatan lain - baru terjadi pada 1995, ketika Michael Mayor dan Didier Queloz mendeteksi sebuah planet esktrasolar yang mengorbit bintang 51 Pegasi.

Planet ekstrasolar pertama itu diberi nama 51 Pegasi b. Massanya diduga hampir sama dengan Jupiter. Ia mengelilingi bintang induknya hanya dalam waktu yang setara dengan 4 hari Bumi. Revolusi secepat itu terjadi karena jaraknya sangat dekat dengan bintang induk - sekitar seperdelapan kali jarak Merkurius dan Matahari.

Sejak itu, pencarian planet ekstrasolar semakin pesat. Menurut catatan ESO, hingga April 2009 saja sudah ditemukan sekitar 350 planet ekstrasolar. Pada akhir Oktober 2010, ilmuwan berharap sudah bisa menemukan planet ekstrasolar yang ke-500.

Seperti kata pepatah, mencari planet ekstraosolar mirip dengan mencari jarum dalam jerami. Planet hanya memancarkan sedikit cahaya atau bahkan sama sekali tidak memancarkan cahayanya sendiri. Padahal, bintang induk biasanya bersinar sangat terang. Oleh karena itu, ilmuwan menggunakan dua cara untuk mendeteksi planet ekstrasolar, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung.

Mendeteksi Planet Ekstrasolar Secara Langsung
Dalam cara yang langsung, ilmuwan menatap langsung dan memotret bintang yang diduga diedari oleh planet. Ini cara paling sulit - kontras antara cahaya bintang induk dan calon planet sangat ekstrem. Ilmuwan akan disilaukan oleh cahaya bintang induk. Agar calon planet bisa terlihat, cahaya bintang induk harus diredupkan atau ditutupi sehingga pengamat bisa memandang pada bakal planet dengan cukup jelas.

Salah satu metode yang diterapkan adalah memanfaatkan radiasi inframerah. Cahaya kasat mata yang dipancarkan sebuah planet ekstrasolar seukuran Jupiter besarnya sepersejuta cahaya bintang induk. Dengan penginderaan inframerah, kontras itu bisa dikurangi menjadi sepersekian ribu. Teknik ini efektif terutama jika bakal planet masih sangat muda sehingga bakal planet itu masih berkontraksi dan memancarkan panas.

Metode lainnya adalah menutupi, secara fisik, cahaya bintang induk dengan sebuah kronograf. Kronograf ini akan menghalangi cahaya menyilaukan dari pusat bintang induk. Yang akan terlihat hanya korona, atau cahaya di garis pinggir bintang induk yang bentuknya sering seperti cincin. Karena bintang induk menjadi lebih redup, maka planet bisa terlihat lebih jelas.

Pencitraan langsung hanya salah satu cara untuk memperkirakan beberapa parameter atau ukuran fisik, seperti jumlah air pada permukaan dan sifat-sifat biosfernya - jika ada. Dengan teknik ini, instrumen Adaptive Optics NACO pada Very Large Telescope telah berhasil memotret planet ekstrasolar.

Mendeteksi Planet Ekstrasolar Secara Tidak Langsung
Radial Velocity
Sebagian besar dari planet ekstrasolar ditemukan dengan metode tidak langsung. Sebuah planet ekstrasolar, jika memang ada, akan mempengaruhi pergerakan bintang induknya. Gravitasi planet tersebut, walaupun sangat kecil, akan menyebabkan bintang induk bergoyang atau bergerak seperti tertatih-tatih (wobble).

Goyangan kecil itulah yang kemudian diukur dengan teknik radial velocity tracking (pelacakan kecepatan radial). Astronom juga bisa mengukur kecerahan bintang induk yang berubah ketika bakal planet - kebetulan - bergerak di antara bintang induk dan pengamat. Perubahan itu memang sangat kecil namun sangat penting.

Dengan menerapkan pergeseran Doppler, astronom bisa memperoleh informasi tentang bintang induk. Ketika bintang induk bergerak dalam lintasan kecil, karena disebabkan oleh tarikan gravitasi planet, bintang induk itu akan bergerak mendekati atau menjauhi Bumi. Kecepatan bintang induk di lintasannya itu, sebagaimana yang terlihat oleh pengamat di Bumi, disebut  kecepatan radial.

Perubahan kecepatan radial bintang itu menyebabkan panjang gelombang dalam spektrum cahaya bintang induk berubah menjadi lebih merah ketika bintang itu menjauh. Sebaliknya, jika bintang itu mendekat, panjang gelombangnya menjadi lebih biru.

Perubahan rata-rata kecepatan radial bintang induk akan tergantung pada massa planet yang mengitarinya dan kecondongan (inklinasi) orbitnya dari sudut pandang pengamat. Perubahan kecil ini bisa diukur oleh pengamat dari tempat yang jauh - kita. Astronom menggunakan spektograf yang sangat presisi untuk meneliti spektrum pergeseran Doppler. Karena inklinasi orbit planet tidak diketahui, massanya diasumsikan minimal.

Kecepatan radial terbukti menjadi metode paling produktif untuk menemukan planet-planet ekstrasolar baru. Salah satu instrumen yang menggunakan metode ini adalah HARPS (High Accuracy Radial Velocity for Planetary Searcher), yang dipasang pada teleskop miliki ESO berdiameter 3,6 meter di La Silla, Chili.


Sumber ilustrasi: sciencedaily.com

Planet Ekstrasolar (2)


Lanjutan dari Planet Ekstrasolar (1)

Astrometri
Mirip dengan pelacakan kecepatan radial, astrometri mendeteksi planet ekstrasolar dengan cara mengukur gangguan yang muncul pada posisi sebuah bintang. Gangguan itu disebabkan oleh planet (atau planet-planet) tak terlihat yang mengelilingi bintang tersebut. Biasanya, bintang induk bergerak dalam lintasan melingkar yang kecil dengan radius yang tergantung pada massa planet dan jarak planet tersebut dari bintang induk.

Rabu, 27 Oktober 2010

Bintang Baru di Nebula Orion


Nebula Orion adalah salah satu kawasan pembentukan bintang yang paling dekat dengan kita. Hubble telah lama mengamati Orion. Foto seperti di atas bisa membantu ilmuwan memahami bagaimana alam semesta berkembang dan berubah.

Selasa, 26 Oktober 2010

Materi Gelap (1)

Problem mulai diajukan pada tahun 1933. Ketika itu bibit-bibit Perang Dunia II sedang disemaikan oleh Nazi di Jerman dan Fasis di Italia. Namun Fritz Zwicky, seorang astronom dari Swiss, bisa mengundurkan diri dari kegerahan zaman untuk mempelajari pergerakan galaksi-galaksi yang jauh. Untuk itu, Zwicky mengukur total massa sekelompok galaksi dengan cara mengukur kecerahannya.

Ketika menggunakan metode lain untuk menghitung massa kelompok galaksi tersebut, tentu dengan maksud verifikasi, hasil perhitungan Zwicky 400 kali lebih besar daripada perkiraan awalnya. Selisih antara massa yang teramati dan massa yang terhitung ini kemudian dikenal sebagai "problem massa yang hilang" (the missing mass problem).

Materi Gelap (2)

Lanjutan dari Materi Gelap (1)

Apa yang dilakukan ilmuwan ketika mencari dan meneliti "materi gelap" yang ada namun tidak bisa dilihat itu? Harus ditegaskan lagi: ilmuwan memang tidak bisa melihatnya, namun bisa menyimpulkan tentang keberadaan "materi gelap" itu secara tidak langsung setelah mengamati "materi normal" yang bisa dilihat dan diamati.

Dengan demikian, bentuk "materi gelap" memang masih berupa kemungkinan. Bisa jadi, bentuknya adalah partikel-partikel subatomik yang beratnya kurang dari 100 ribu kali (100.000) berat satu butir elektron. Tetapi bisa juga bentuknya adalah lubang hitam yang punya massa jutaan kali lebih besar daripada massa matahari kita.

Materi Gelap (3)

Lanjutan dari Materi Gelap (1) dan Materi Gelap (2)

Kandidat "materi gelap" yang lain adalah WIMPs. Materi ini lebih banyak diteliti oleh fisikawan partikel. WIMPs diduga mempunyai massa dan bentuk yang lebih kecil daripada atom, bahkan mungkin lebih kecil daripada elektron dan neutron atau bahkan quark sekalipun. Fisikawan partikel percaya, WIMPs tersusun dari materi non-baryonic, yaitu materi yang berbeda dari materi "normal" (baryonic) yang bisa kita lihat dan kita kenal.

WIMPs biasanya berinteraksi dengan materi baryonic melalui mekanisme gravitasi. WIMPs pass through - melintasi - materi biasa. Karena massa tiap-tiap WIMP sangat kecil, pasti jumlah keseluruhan materi ini sangat besar agar bisa menggenapi persentase "massa yang hilang" dari alam semesta. Artinya, setiap detik, ada jutaan WIMPs melintasi materi biasa - Bumi, manusia, semua materi yang bisa dilihat.

Jumat, 22 Oktober 2010

Energi Gelap

Jagat raya bisa dibayangkan seperti adonan di dalam oven yang sedang mengembang menjadi roti. Namun, sementara kita tahu adonan itu akan berhenti mengembang dan mencapai bentuk terakhirnya, yaitu roti, “adonan” alam semesta, sejak mengembang pertama kali – tepatnya: meledak – sekitar 13 triliun tahun silam, hingga kini belum berhenti mengembang. Batas-batas alam semesta belum bisa ditentukan sehingga kita belum tahu bagaimana “bentuk akhir”-nya.

Kita juga telah lama tahu, panaslah yang menyebabkan adonan mengembang menjadi roti. Tetapi baru akhir-akhir ini para ilmuwan bisa memastikan kekuatan apa yang membuat alam semesta mengembang. Mereka menyebutnya Energi Gelap (Dark Energy). Menariknya, menurut space.com, energi gelap itu menyebabkan jagat raya mengembang dengan kecepatan yang semakin lama semakin meningkat. Sebelumnya, para ilmuwan percaya, gravitasi telah meredam kecepatan perkembangan alam semesta, atau paling tidak membuat kecepatan perkembangan itu tetap sama.

Selasa, 12 Oktober 2010

Alien

Mungkin, kalau sekali waktu, di masa depan yang entah kapan, sebuah pesawat canggih dengan rancang bangun yang belum pernah dibikin di Bumi mengapung di atas salah satu kota, atau desa, di planet Bumi, lalu memuntahkan makhluk-makhluk yang berbeda – atau mungkin sama – bentuk fisiknya dengan manusia di Bumi, umat manusia di planet ini baru akan bisa dengan rela menyingkirkan semua perbedaan di antara mereka sendiri, dan menyebut diri sebagai “kita”, untuk diperlawankan secara linguistik dengan “mereka” – makhluk asing, alien – dari luar angkasa itu.

Dan ketika “mereka” mulai menunjukkan gejala agresif, mungkin “kita” baru akan semakin merapat satu sama lain, menegaskan kesamaan “kita” – sebagai makhluk yang sama-sama “manusia” – untuk melawan serangan “mereka”. Dan kemungkinan agresif itu cukup besar karena Stephen Hawking, yang kredibilitasnya sebagai seorang kosmolog sangat tinggi, telah memperingatkan bahwa jika memang kehidupan di luar angkasa itu ada, maka sifatnya akan “nomaden, datang dalam kapal luar angkasa yang besar, berniat mengkoloni Bumi dan menghisap sumber daya di Bumi untuk kepentingan mereka sendiri”.

Senin, 11 Oktober 2010

Sejarah Singkat "Penemuan" Luar Angkasa

Aristoteles, filsuf Yunani yang dihormati, mengajukan sebuah prinsip pada 350 SM, bunyinya: nature abhors a vacuum. Prinsip yang kemudian lebih banyak dikenal sebagai horror vacui ini selanjutnya menimbulkan pemikiran bahwa sebuah ruang hampa (vacuum) tidak mungkin ada. Berdasarkan pemikiran itu, selama berabad-abad orang meyakini bahwa ruang – termasuk langit – tidak mungkin hampa. Hingga abad ke-17 M, filsuf Rene Descartes masih berpendapat bahwa seluruh ruang pastilah terisi (oleh sesuatu).

Galileo Galilei mengerti bahwa udara memiliki berat dan dengan demikian tunduk kepada hukum gravitasi. Ia juga menuunjukkan, ada sebuah kekuatan tetap yang mencegah terbentuknya sebuah ruang hampa udara. Namun, Evangelista Torricelli, muridnya, dapat menciptakan sebuah alat yang dapat menghasilkan ruang hampa udara. Pada masanya, eksperimen Torricelli tersebut menjadi sebuah sensasi ilmiah di Eropa.