Selasa, 26 Oktober 2010

Materi Gelap (3)

Lanjutan dari Materi Gelap (1) dan Materi Gelap (2)

Kandidat "materi gelap" yang lain adalah WIMPs. Materi ini lebih banyak diteliti oleh fisikawan partikel. WIMPs diduga mempunyai massa dan bentuk yang lebih kecil daripada atom, bahkan mungkin lebih kecil daripada elektron dan neutron atau bahkan quark sekalipun. Fisikawan partikel percaya, WIMPs tersusun dari materi non-baryonic, yaitu materi yang berbeda dari materi "normal" (baryonic) yang bisa kita lihat dan kita kenal.

WIMPs biasanya berinteraksi dengan materi baryonic melalui mekanisme gravitasi. WIMPs pass through - melintasi - materi biasa. Karena massa tiap-tiap WIMP sangat kecil, pasti jumlah keseluruhan materi ini sangat besar agar bisa menggenapi persentase "massa yang hilang" dari alam semesta. Artinya, setiap detik, ada jutaan WIMPs melintasi materi biasa - Bumi, manusia, semua materi yang bisa dilihat.


Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa WIMPs diajukan semata-mata sebagai "jalan pintas" untuk memecahkan problem massa yang hilang. Namun sebagian besar ilmuwan percaya bahwa WIMPs memang ada. Sebagian astronom juga mengakui bahwa, paling tidak, sebagian dari massa yang hilang itu bisa jadi memang berupa WIMPs.

Materi ini jarang sekali berinteraksi dengan materi biasa sehingga sulit untuk dibuktikan keberadaannya secara empiris.

Mendeteksi WIMPs
Upaya untuk membuktikan keberadaan WIMPs didasarkan pada teori bahwa sesekali, atau kadang-kadang, sebuah WIMP (tanpa 's' penanda jamak) akan berinteraksi dengan materi biasa. Karena WIMPs bisa melintasi materi biasa, interaksi WIMP itu bisa terjadi di dalam sebuah benda padat. Salah satu trik untuk mendeteksi WIMPs adalah menyaksikan interaksi semacam ini.

Dr. Bernard Sadoulet dan Walter Stockwell dari Center for Particle Astrophysics menjalankan sebuah proyek di mana mereka mendinginkan sebuah kristal besar hingga hampir mencapai suhu nol derajat. Suhu yang membekukan ini akan mengekang atau menghambat pergerakan atom-atom kristal tersebut. Energi yang terbentuk oleh interaksi WIMP dengan atom di dalam kristal akan menimbulkan jejak panas pada instrumen pengukur.

Riset Dr. Bernad dan kawan-kawan masih berlangsung sehingga hasilnya belum bisa diketahui. Demikian juga dengan proyek lain yang serupa, yaitu proyek AMANDA (Antartica Muon and Neutrino Detector Array). Proyek ini adalah kolaborasi antara University of Chicago, Princeton University dan At&T dan sebagian didanai oleh National Science Foundation. Peneliti AMANDA meletakkan instrumen pengukur di kedalaman es Antartika.

Materi Gelap dan Jagat Raya
Pencarian akan "materi gelap" bukan semata-mata untuk mencari penjelasan mengenai selisih yang muncul dari perhitungan atas massa pelbagai galaksi. Problem massa yang hilang juga menimbulkan gugatan kepada teori-teori terkini yang menerangkan tentang "penciptaan" jagat raya dan bagaimana jagat raya ini akan berakhir.

Teori yang paling populer dan digoyahkan oleh materi gelap adalah Big Bang (ledakan besar), yang sejak 1950-an hingga kini banyak digunakan orang untuk menjelaskan awal mula alam semesta. Teori ini menyatakan, pada mulanya, semua materi adalah sebuah titik yang teramat sangat padat. Ledakan besar menyebabkan semua materi berpencaran ke semua arah.

Materi-materi tersebut kemudian menggumpal karena tertarik oleh gaya gravitasi dan membentuk bintang-bintang dan pelbagai galaksi seperti yang kita lihat sekarang. Namun, tenaga keseluruhan yang dihasilkan oleh ledakan besar cukup untuk mengatasi gravitasi. Sehingga, materi-materi di alam semesta ini terus bergerak semakin jauh dari "pusat" alam semesta, tempat di mana titik awal sangat padat itu dulu berada.

Akibat ledakan besar itu masih bisa dilihat. Ke arah mana pun astronom membidikkan teleskop, yang terlihat adalah warna cahaya di pusat-pusat galaksi yang berubah menjadi lebih merah. Berdasarkan prinsip pergeseran Doppler, perubahan warna ke merah (red shifted) itu menandakan bahwa galaksi-galaksi itu - sumber cahaya - bergerak semakin jauh dari pengamat di Bumi. Artinya, alam semesta mengalami pemekaran.

Tetapi Big Bang tidak mampu menjelaskan bagaimana bintang dan galaksi bisa terbentuk di dalam sebuah alam semesta yang masih begitu muda dan mengembang ke semua penjuru. Apa yang menyebabkan proses penggumpalan materi-materi itu? Seharusnya, dalam alam semesta yang mengembang itu, semua partikel memiliki efek gravitasi yang sama terhadap partikel lain. Seharusnya, alam semesta tetap sama wujudnya.

Seharusnya ada suatu daya yang bisa memungkinkan penggumpalan materi hingga menjadi bintang dan galaksi. Fisikawan mengajukan solusi: WIMPs. Karena WIMPs hanya mempengaruhi materi baryonic melalui gravitasi, maka materi gelap ini boleh jadi merupakan "benih" pembentukan galaksi. Tentu saja harus ada sangat banyak - teramat sangat banyak - materi non-baryonic.

Masa depan jagat raya juga terpengaruh oleh materi gelap. Jika jagat ini tertutup, pada akhirnya gravitasi akan menyebabkan pemekaran alam semesta ini berhenti, dan seluruh alam akan kembali tertarik ke arah semula: titik awal mula. Jika memang demikian, maka alam semesta ini sebenarnya adalah rangkaian Ledakan Besar dan Penggumpalan Besar yang tanpa akhir (mirip kosmologi Hindu?).

Jika alam semesta terbuka, tenaga dari ledakan besar yang terjadi pertama kali pasti jauh lebih kuat daripada gravitasi. Jagat akan terus mengembang - selamanya, tanpa henti. Jika alam semesta ini datar, berarti ada massa yang cukup besar gravitasinya untuk menghentikan pemekaran alam semesta namun tidak cukup kuat untuk menarik dirinya sendiri ke arah dalam. Alam semesta yang datar dikatakan mempunyai critical density 1.

Lantas, apa kaitan pemekaran alam semesta dengan massa yang hilang? Harus ditegaskan lagi: semakin besar massa, semakin besar gravitasi. Besar massa alam semesta akan menentukan bentuknya: tertutup, terbuka, atau datar. Di sinilah materi gelap berperan.

Tanpa materi gelap, critical density jagat ini akan berkisar antara 0.1 dan 0.01: artinya, kita tinggal dalam sebuah dunia yang terbuka. Jika terdapat materi gelap yang sangat banyak, kita hidup dalam sebuah dunia yang tertutup. Jika jumlah materi gelap "secukupnya", tidak lebih tidak kurang, maka kita hidup dalam sebuah dunia yang datar. Jumlah materi gelap menentukan takdir jagat raya ini.

Materi gelap juga akan berpengaruh pada tempat manusia di jagat raya ini. Jika materi gelap memang "ada", dengan bentuk materi non-baryonic, maka dunia kita ini dan orang-orang yang tinggal di dalamnya akan semakin jauh dari "pusat" alam semesta. Manusia tidak terbuat dari materi yang sama dengan mayoritas penghuni jagat raya. Manusia hanya akan menjadi bintik yang sangat kecil - sebuah fenomena yang tak signifikan.


Sumber ilustrasi: smashinglists.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar