Sabtu, 30 Oktober 2010

Merapi, Venus

Letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah-DIY membuat kita sadar bahwa Bumi adalah sebuah planet yang "hidup". Jutaan tahun yang lalu, ketika Matahari masih sangat muda dan menebarkan panas yang jauh lebih panas daripada yang kita rasakan sekarang ini, Bumi adalah gumpalan debu dan gas angkasa yang panas membara, bergolak dan berpijar-pijar.

Ketika tungku di Matahari menjadi lebih tenang dan panasnya relatif stabil, Bumi turut menjadi dingin. Debu dan gas-gas angkasa membeku menjadi kerak Bumi, yang sekarang kita sebut sebagai lapis-lapis bebatuan. Akan tetapi di antara gas-gas itu masih ada yang terjebak di balik lapisan kerak Bumi. Itulah yang kita kenal sebagai magma. Ketika mengalir ke permukaan Bumi, magma itu kita sebut lahar atau lava.

Jadi, Bumi memang masih "hidup". Masih ada bahan-bahan pembentuk planet ini yang masih berwujud sebagaimana wujudnya jutaan tahun lalu - magma. Mungkin kita bisa membayangkan Merapi, dan gurung-gurung berapi lain yang masih aktif, sebagai alat bagi Bumi untuk mengingatkan kita tentang sejarah planet kita sendiri dan kondisinya pada masa kini.

Dengan memahami dan menghayati lagi planet kita sendiri, selanjutnya kita bisa mensyukuri keberadaan kita di planet ke-3 dalam Tata Surya ini. Hanya di Bumi-lah, walaupun di sini sering terjadi bencana letusan gunung berapi, kita bisa tinggal dan hidup.

Memang, Bumi akan menua dan mungkin akan "mati" atau "binasa" karena sebab-sebab kosmis yang tak bisa dihindari (tabrakan antargalaksi, radiasi kosmis, Matahari meledak menjadi supernova, dan sebagainya). Namun, kita seharusnya bisa bersikap bijak dengan tidak mempercepat "kematian" itu dengan, misalnya, menambah polusi udara yang menipiskan atmosfer kita.

Gunung Api di Venus
Penghayatan itu akan terasa semakin agung jika kita mendongak ke angkasa dan memahami bahwa kita memang dilahirkan dalam sebuah dunia yang aman. Alangkah mengerikan jika kita tinggal di Venus. Planet kedua dalam Tata Surya kita ini penuh gunung api - 1600 gunung besar yang terdeteksi dan diduga masih ada puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu lagi: planet dengan paling banyak gunung berapi.

Bentuk gunung-gunung di Venus berbeda-beda, namun sebagian besar termasuk golongan Shield Volcanoes atau gunung berapi berbentuk perisai, walaupun terdapat juga bentuk-bentuk lain seperti Complex Features, Unusual Constructs, dan Large Flow Features. Data tentang Venus masih terbatas, namun diperkirakan sebagian besar dari gunung-gunung itu sudah lama padam. Tetapi ada juga yang masih aktif.

Seperti yang diberitakan oleh msnbc.msn, pengamatan terbaru oleh wahana luar angkasa Venus Express menemukan bukti bahwa ada beberapa hotspots yang menunjukkan bahwa ada gunung api yang baru-baru ini aktif di Venus. Keaktifan ini bisa memberikan petunjuk untuk menjelaskan tentang bagaimana permukaan planet tersebut terbentuk, perubahan iklimnya dan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar - termasuk kepada Bumi.

Hotspots di Venus pertama kali diketahui oleh wahana luar angkasa NASA, Magellan, pada 1990. Titik-titik tersebut tertangkap kamera karena sangat menonjol dalam topografi planet secara keseluruhan. Instrumen di Venus Express, wahana ESA pertama yang diluncurkan ke Venus, memetakan emisi thermal dari belahan selatan planet tersebut, yang mengindikasikan adanya perbedaan komposisi permukaan. Pola-pola thermal yang sangat tinggi yang bisa dipotret adalah kawasan-kawasan yang bernama Imdr, Themis dan Dione.

Kawasan permukaan yang telah tua tentu akan memiliki pola emisi yang rendah karena sangat lama terpapar pada cuaca Venus yang panas. Jadi, emisi yang tinggi dari hotspots yang baru ditemukan oleh Venus Express, ditambah dengan data dari Magellan, menegaskan bahwa emisi tinggi itu disebabkan oleh aliran lava vulkanik yang masih baru.

Akan tetapi belum bisa ditentukan kapan aliran lava itu muncul karena masih terbatasnya informasi tentang permukaan Venus dan komposisi lapisan atmosfer bagian bawahnya. Diperkirakan, aliran lava itu lebih muda daripada 2,5 juta tahun, atau bahkan baru puluhan ribu tahun yang lalu. Untuk menentukan dengan tepat sejak kapan lava itu mengalir, ilmuwan harus mendaratkan wahana lain ke sana. Wahana terakhir yang mendarat di sana adalah wahana milik Uni Soviet, Venera, pada 1980-an.

Keaktifan vulkanik Venus akan memberikan dampak luas terhadap pengetahuan tentang planet tersebut. Data Magellan menunjukkan bahwa Venus memiliki beberapa kawah. Kita tahu bahwa Tata Surya telah dibombardir oleh benda-benda angkasa yang besar pada masa lalu, yang meninggalkan jejak yang masih bisa dilihat pada permukaan benda-benda angkasa seperti Bulan.

Venus diperkirakan membentuk lapisan padatnya setelah tidak lagi menjadi sasaran tumbukan. Akan tetapi ada juga penjelasan lain, yaitu bahwa lapisan Venus terbentuk karena adanya peristiwa katastrofik yang menyebabkan permukaannya terkubur oleh lava setebal 1,6 kilometer. Peristiwa semacam itu bisa jadi disebabkan oleh aktivitas dari luar planet, berbeda dari apa yang terjadi pada magma di dalam perut Bumi.

Penjelasan lainnya menyebutkan bahwa lapisan-lapisan padat Venus terbentuk secara gradual atau bertahap dan dalam skala kecil. Sebabnya bisa berupa aktivitas vulkanik yang diduga masih terjadi hingga sekarang. Artinya, Venus bisa jadi memiliki interior yang sama denga Bumi, walaupun tidak memiliki plat-plat tektonik yang diketahui telah menentukan bentuk permukaan Bumi.

Hotspots yang ditemukan oleh Venus Express menimbulkan dugaan kuat bahwa Venus tidak harus mengalami peristiwa katastrofik yang disebabkan oleh sebab-sebab luar agar bisa membentuk permukaannya. Kemungkinan yang lebih masuk akal adalah aktivitas vulkanik di planet tersebut.

Merapi telah meletus. Ratusan orang meninggal. Kita yang masih hidup berbela sungkawa untuk mereka yang menjadi korban. Tetapi kita juga belajar semakin banyak tentang gunung itu, juga planet Bumi, juga planet Venus, dan jagat raya ini.


Sumber ilustrasi: msnbc.msn.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar