Selasa, 12 Oktober 2010

Alien

Mungkin, kalau sekali waktu, di masa depan yang entah kapan, sebuah pesawat canggih dengan rancang bangun yang belum pernah dibikin di Bumi mengapung di atas salah satu kota, atau desa, di planet Bumi, lalu memuntahkan makhluk-makhluk yang berbeda – atau mungkin sama – bentuk fisiknya dengan manusia di Bumi, umat manusia di planet ini baru akan bisa dengan rela menyingkirkan semua perbedaan di antara mereka sendiri, dan menyebut diri sebagai “kita”, untuk diperlawankan secara linguistik dengan “mereka” – makhluk asing, alien – dari luar angkasa itu.

Dan ketika “mereka” mulai menunjukkan gejala agresif, mungkin “kita” baru akan semakin merapat satu sama lain, menegaskan kesamaan “kita” – sebagai makhluk yang sama-sama “manusia” – untuk melawan serangan “mereka”. Dan kemungkinan agresif itu cukup besar karena Stephen Hawking, yang kredibilitasnya sebagai seorang kosmolog sangat tinggi, telah memperingatkan bahwa jika memang kehidupan di luar angkasa itu ada, maka sifatnya akan “nomaden, datang dalam kapal luar angkasa yang besar, berniat mengkoloni Bumi dan menghisap sumber daya di Bumi untuk kepentingan mereka sendiri”.

Tetapi, apakah “kita” perlu menunggu dalam ketidakpastian yang selama itu – entah kapan “mereka” akan datang – untuk merapatkan diri satu sama lain dan menciptakan perdamaian abadi di Bumi? Dan, bagaimana jika “mereka” ternyata tidak menunjukkan gejala agresif? Bagaimana jika mereka ternyata, tidak seperti peringatan Hawking, adalah makhluk yang lemah lembut dan telah mencapai peradaban moral yang sangat tinggi dan patut “kita” tauladani? Bagaimana jika “mereka” ternyata juga majemuk, seperti “kita” – ada yang berniat baik dan ada yang berniat jahat?

Jika “mereka” jadi datang ke Bumi, mungkin kita memang membutuhkan seorang “duta besar” atau “utusan khusus” yang mewakili seluruh umat manusia di Bumi untuk menemui alien itu. Kesatuan pendapat tentang seorang “duta besar” itu tentu akan lebih baik daripada banyak “duta besar” karena akan memberikan gambaran yang lebih “positif” tentang umat manusia Bumi kepada alien itu: bahwa “kita” adalah makhluk yang “satu” spesies – berspesies sama. Tentu saja kesatuan pendapat ini adalah kesatuan yang harus dicapai dengan mufakat, saling pengertian dan keikhlasan, bukan kesatuan yang dipaksakan seperti di zaman Orde Baru.

Ke-“kita”-an (seluruh umat manusia di Bumi) dan ke-“mereka”-an (alien) sebenarnya merupakan topik yang sudah berumur ribuan tahun, bahkan mungkin sama tuanya dengan keberadaan manusia di planet Bumi. Dikotomi itu semakin kokoh setelah terbentuknya kesadaran dan pengetahuan tentang biologi, bangsa dan negara-bangsa. Apakah bangsa dan negara-bangsa kini tidak menarik lagi sehingga “kita”, mungkin, telah kekurangan antipoda dan merasa perlu untuk memperluas dikotomi itu hingga mencakup kehidupan di planet lain, seolah-olah persoalan tentang “kita” dan “mereka” telah selesai di planet biru ini?

Rasanya tidak. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun dikotomi “kita” dan “mereka”, bahkan dalam bentuk yang paling primitif, masih tetap ada. Antara “merah” dan “hijau”, antara “Indonesia” dan “Malaysia”, dan – yang tetap laten, seperti yang dinyanyikan dalam salah satu lagu RATM – antara “the have” dan “the have not”.

“Kita” masih belum tahu apakah memang ada kehidupan di planet lain, apakah alien memang ada. Namun, rasanya belum cukup terlambat untuk – selalu – membenahi lagi ke-“kita”-an kita. Pelajaran berharga dari heboh penunjukan Mazlan Othman sebagai duta besar PBB untuk alien sejak akhir September lalu adalah pendefinisian ulang atau pemantaban konsep-konsep tentang “kita” dan “mereka”. Semoga “kita” tidak harus menunggu alien yang agresif datang ke planet indah ini agar “kita” dapat – akhirnya – menemukan (kembali) ke-“kita”-an kita.

Sumber ilustrasi: ufoconspiracy.com

2 komentar:

  1. pada pendapat saya kata hawking ada benarnya,mungkin hawking berpikir dengan tolak ukur teknologi manusia saat ini. manusia telah mengirim pesan berupa sinyal keluar angkasa berjuta taun cahaya. artinya di luar sana sejauh sinyal pesan di kirim tidak ada peradaban yang mempunyai teknologi setara dengan kita,karena kita tak pernah menerima jawaban. artinya juga kita tak perlu kuatir karena peradaban itu masihlah lembut jauh dari kesan agresif,atau berkemampuannya di bawah mahluk bumi.tetapi kalaulah tiba2 saja datang sebuah pesawat asing dengan tanpa sepengetahuan kita,itu sudah mengindikasikan agesifitas si pendatang,sebab tak membalas pesan perdamaian yang di kirim oleh manusia lewat lagunya the Beatles Across The Universe.

    BalasHapus
  2. @sains & amp; astronomi: masalahnya adalah tidak pernah ada pernyataan resmi dari pemerintah mana pun di planet ini tentang kehidupan ekstraterestrial. Paling banter mereka hanya menyatakan "ada kemungkinan untuk itu, tetapi belum ada bukti empiris". Sampai sekarang, bukti tentang keberadaan ET tidak pernah dikonfirmasi secara bulat oleh berbagai stakeholders sains. Padahal, bukti yang dibuktikan untuk membenarkan atau menyalahkan keberadaan ET adalah kepastian ilmiah, seperti pastinya 1+1=2, yang diterima secara universal. Profesor Hawking pun, walaupun memiliki logika yang sangat jernih, belum memberikan kepastian yang final tentang ada atau tidaknya ET karena terbentur kendala bukti yang universal itu. Mungkin kita memang mesti menunggu bertahun-tahun lagi untuk memperoleh bukti yang sepasti 2+2=4. Salam kenal, Om.

    BalasHapus