Kamis, 28 Oktober 2010

Planet Ekstrasolar (1)

Sejak pertama kali ditemukan di luar Tata Surya pada 1992 dan 1995, pencarian planet ekstrasolar menjadi salah satu bidang paling dinamis dalam astronomi. Pengetahuan kita tentang planet-planet ekstrasolar berkembang pesat, mulai dari pengetahuan tentang proses pembentukan dan evolusinya hingga berbagai metode untuk mendeteksi planet-planet tersebut.

Planet adalah benda langit yang mengorbit bintang, memiliki massa cukup besar sehingga mampu membentuk diri menjadi massa yang berbentuk hampir bulat, dan mampu membersihkan area piringan planet (planetary disc - materi-materi yang tersisa dari proses pembentukan planet). Planet berbeda dari planet kerdil (seperti Pluto), yang tidak memiiliki massa yang cukup untuk membersihkan area piringan planet.

Astrofisikawan Lexander Wolszcczan dan Dale Frail mendeteksi planet ekstrasolar pertama pada 1992, yaitu tiga buah planet ekstrasolar yang mengorbit pulsar PSR1257+12. Penemuan ini tidak dikonfirmasi. Penemuan planet ekstrasolar yang dikonfirmasi - tentu oleh pengamatan lain - baru terjadi pada 1995, ketika Michael Mayor dan Didier Queloz mendeteksi sebuah planet esktrasolar yang mengorbit bintang 51 Pegasi.

Planet ekstrasolar pertama itu diberi nama 51 Pegasi b. Massanya diduga hampir sama dengan Jupiter. Ia mengelilingi bintang induknya hanya dalam waktu yang setara dengan 4 hari Bumi. Revolusi secepat itu terjadi karena jaraknya sangat dekat dengan bintang induk - sekitar seperdelapan kali jarak Merkurius dan Matahari.

Sejak itu, pencarian planet ekstrasolar semakin pesat. Menurut catatan ESO, hingga April 2009 saja sudah ditemukan sekitar 350 planet ekstrasolar. Pada akhir Oktober 2010, ilmuwan berharap sudah bisa menemukan planet ekstrasolar yang ke-500.

Seperti kata pepatah, mencari planet ekstraosolar mirip dengan mencari jarum dalam jerami. Planet hanya memancarkan sedikit cahaya atau bahkan sama sekali tidak memancarkan cahayanya sendiri. Padahal, bintang induk biasanya bersinar sangat terang. Oleh karena itu, ilmuwan menggunakan dua cara untuk mendeteksi planet ekstrasolar, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung.

Mendeteksi Planet Ekstrasolar Secara Langsung
Dalam cara yang langsung, ilmuwan menatap langsung dan memotret bintang yang diduga diedari oleh planet. Ini cara paling sulit - kontras antara cahaya bintang induk dan calon planet sangat ekstrem. Ilmuwan akan disilaukan oleh cahaya bintang induk. Agar calon planet bisa terlihat, cahaya bintang induk harus diredupkan atau ditutupi sehingga pengamat bisa memandang pada bakal planet dengan cukup jelas.

Salah satu metode yang diterapkan adalah memanfaatkan radiasi inframerah. Cahaya kasat mata yang dipancarkan sebuah planet ekstrasolar seukuran Jupiter besarnya sepersejuta cahaya bintang induk. Dengan penginderaan inframerah, kontras itu bisa dikurangi menjadi sepersekian ribu. Teknik ini efektif terutama jika bakal planet masih sangat muda sehingga bakal planet itu masih berkontraksi dan memancarkan panas.

Metode lainnya adalah menutupi, secara fisik, cahaya bintang induk dengan sebuah kronograf. Kronograf ini akan menghalangi cahaya menyilaukan dari pusat bintang induk. Yang akan terlihat hanya korona, atau cahaya di garis pinggir bintang induk yang bentuknya sering seperti cincin. Karena bintang induk menjadi lebih redup, maka planet bisa terlihat lebih jelas.

Pencitraan langsung hanya salah satu cara untuk memperkirakan beberapa parameter atau ukuran fisik, seperti jumlah air pada permukaan dan sifat-sifat biosfernya - jika ada. Dengan teknik ini, instrumen Adaptive Optics NACO pada Very Large Telescope telah berhasil memotret planet ekstrasolar.

Mendeteksi Planet Ekstrasolar Secara Tidak Langsung
Radial Velocity
Sebagian besar dari planet ekstrasolar ditemukan dengan metode tidak langsung. Sebuah planet ekstrasolar, jika memang ada, akan mempengaruhi pergerakan bintang induknya. Gravitasi planet tersebut, walaupun sangat kecil, akan menyebabkan bintang induk bergoyang atau bergerak seperti tertatih-tatih (wobble).

Goyangan kecil itulah yang kemudian diukur dengan teknik radial velocity tracking (pelacakan kecepatan radial). Astronom juga bisa mengukur kecerahan bintang induk yang berubah ketika bakal planet - kebetulan - bergerak di antara bintang induk dan pengamat. Perubahan itu memang sangat kecil namun sangat penting.

Dengan menerapkan pergeseran Doppler, astronom bisa memperoleh informasi tentang bintang induk. Ketika bintang induk bergerak dalam lintasan kecil, karena disebabkan oleh tarikan gravitasi planet, bintang induk itu akan bergerak mendekati atau menjauhi Bumi. Kecepatan bintang induk di lintasannya itu, sebagaimana yang terlihat oleh pengamat di Bumi, disebut  kecepatan radial.

Perubahan kecepatan radial bintang itu menyebabkan panjang gelombang dalam spektrum cahaya bintang induk berubah menjadi lebih merah ketika bintang itu menjauh. Sebaliknya, jika bintang itu mendekat, panjang gelombangnya menjadi lebih biru.

Perubahan rata-rata kecepatan radial bintang induk akan tergantung pada massa planet yang mengitarinya dan kecondongan (inklinasi) orbitnya dari sudut pandang pengamat. Perubahan kecil ini bisa diukur oleh pengamat dari tempat yang jauh - kita. Astronom menggunakan spektograf yang sangat presisi untuk meneliti spektrum pergeseran Doppler. Karena inklinasi orbit planet tidak diketahui, massanya diasumsikan minimal.

Kecepatan radial terbukti menjadi metode paling produktif untuk menemukan planet-planet ekstrasolar baru. Salah satu instrumen yang menggunakan metode ini adalah HARPS (High Accuracy Radial Velocity for Planetary Searcher), yang dipasang pada teleskop miliki ESO berdiameter 3,6 meter di La Silla, Chili.


Sumber ilustrasi: sciencedaily.com

1 komentar: