Jumat, 12 November 2010

Air di Bumi Mungkin Telah Ada Sejak Hari Pertama

Salah satu misteri alam terbesar bagi ilmu pengetahuan adalah asal mula samudera. Dari mana air sebanyak itu berasal? Nebula di mana Bumi dilahirkan sekitar 4 milyar tahun silam sangat dekat dengan Matahari. Suhu pada waktu itu tentu sangat tinggi sehingga air, jika ada, hanya bisa berbentuk uap.

Nyatanya, Bumi tetap memiliki air yang berbentuk cair. Jadi, debu angkasa yang membentuk planet kita ini tentu jenis debu yang kering dan air di Bumi baru muncul setelah Bumi terlahir sempurna.

Sementara kalangan menduga bahwa air di Bumi itu berasal dari luar angkasa. Komet dan beberapa asteroid, terutama yang berkelana agak jauh dari Matahari, memang diketahui kaya akan es. Pada masa lalu, dan sebenarnya masih terus berlanjut hingga sekarang, Bumi ditabraki benda-benda dari luar angkasa semacam itu.

Akan tetapi, dibandingkan dengan samudera di Bumi, komet lebih banyak mengandung deuterium, sebuah isotop hidrogen yang berat dan stabil. Sedangkan asteorid seharusnya membawa lebih banyak plutonium dan elemen-elemen langka lain daripada yang sejauh ini telah ditemukan. Ketidakcocookan ini sulit untuk dijelaskan jika memang air di Bumi berasal dari luar angkasa.

Penelitian terbaru mengungkapkan, air di Bumi terlahir dari debu kosmik yang sama dengan debu yang membentuk Bumi dan air tersebut sudah terbentuk tak lama setelah Bumi terbentuk. Nora de Leeuw dan kawan-kawan dari University College London membuat sebuah simulasi yang memperlihatkan butir-butir debu yang membentuk Bumi memiliki daya cengkeram yang kuat sehingga mampu menahan molekul-molekul air walaupun pada suhu yang sangat tinggi.

De Leeuw dan timnya membuat model-model komputer dengan butir-butir debu yang terbuat dari olivine, mineral yang banyak terdapat di Tata Surya maupun nebula di bintang-bintang lain. Mereka mengkalkulasi apa yang terjadi ketika molekul-molekul air melekatkan diri pada permukaan butir-butir debu olivine.

Proses tersebut menimbulkan energi yang besar. Artinya, untuk memisahkan molekul-molekul air tersebut dari debu olivine, juga diperlukan energi yang juga besar. Menurut model buatan De Leeuw dkk, butir-butir debu itu sendiri harus mampu menahan air pada suhu setinggi 630 derajat celcius – cukup tinggi untuk tetap dapat menahan air pada saat proses pembentukan Bumi.

“Sebagian dari air di Bumi mungkin berasal dari sumber ini,” kata co-author Michael Drake dari University of Arizona, Tuscon.

Ketika debu kosmik memadat dan Bumi akhirnya terbentuk, tekanan dan suhu tentu sudah bertambah cukup banyak sehingga mampu memisahkan air dari butir-butir debu tersebut. Setelah terbebas, air menjadi sungai dan samudera yang kita kenal sekarang ini.

Fred Ciesla dari University of Chicago, yang tidak ikut dalam tim pimpinan De Leeuw, berkomentar bahwa hasil penelitian tersebut memperkuat argumen bahwa air memang ada dalam bahan baku pembentuk Bumi. Walaupun demikian, bahan baku tersebut bukan satu-satunya sumber air. Beberapa asteroid diketahui kaya dengan air. Sebagian mungkin menabrak Bumi pada hari-hari pertama kelahiran planet kita ini.

Menurut Ciesla, “Kuncinya bagi kita sekarang adalah memperkirakan seberapa banyak air yang muncul di Bumi melalui mekanisme yang berbeda.”***

Sumber: newscientist.com
Sumber ilustrasi: subulussalamkota.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar