Sabtu, 11 Desember 2010

Akatsuki Gagal!

Kendali misi di Samigahara mengalami drama selama 20-an menit ketika Akatsuki melintas di balik Venus dan tidak mengirimkan sinyal ke Bumi. Ketika wahana itu muncul lagi dan mengirimkan sinyal, kendali misi mengalami drama lain. Ini kali, drama itu berujung tragedi, yang menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan Jepang untuk berprestasi dalam penjelajahan antariksa.

Sejak dilontarkan ke luar angkasa pada Mei 2010 lalu, instrumen-instrumen Akatsuki berhasil melewati semua ujian yang dijadwalkan, termasuk tes menyalakan mesin roket pendorong utamanya pada Juni 2010. Semua aspek manuver untuk memasuki orbit Venus pada 7 Desember 2010 lalu dilakukan setelah semua persiapan dilakukan dengan teliti dan cermat.

Wahana peneliti cuaca Venus tersebut dijadwalkan menyalakan roket pengerem selama 12 menit pada pukul 8:49, 7 Desember 2010. Roket itu memang menyala, tetapi hanya selama dua atau tiga menit. Sekarang JAXA sedang menganalisis data yang berhasil dikirimkan oleh wahana tersebut untuk mencari penyebab kegagalan.

Menempatkan sebuah wahana ke dalam orbit di sekitar sebuah planet yang masih dipengaruhi daya gravitasi planet tersebut, secara teknis, adalah pekerjaan yang sangat sulit dan rumit. Uni Soviet, yang pertama kali menorehkan prestasi dengan menempatkan wahana penjelajah Venus, justru gagal ketika berusaha menempatkan wahana di orbit Mars pada 60-an dan 70-an.

Ada dua cara untuk mendekati sebuah planet yang memiliki daya tarik yang kuat, yaitu menembakkan roket ketika hendak memasuki orbit sehingga wahana akan memasuki orbit dengan lebih cepat, atau mengubah-ubah kecepatan secara bertahap dalam periode yang panjang.

Jika pilihan pertama yang dipilih, instrumen dan posisi wahana akan sangat terpengaruh dan rawan rusak. Harus dicatat: tidak ada percobaan kedua - upaya memasuki orbit hanya bisa dilakukan satu kali saja.

Pilihan  kedua akan memberikan beban yang lebih kecil bagi wahana. Namun, karena berada di luar angkasa dalam waktu yang panjang, wahana harus menghadapi banyak risiko. Misalnya, wahana bisa rusak karena terkena radiasi sinar Matahari.

Pukulan bagi Jepang
Pada masa Perang Dingin dan dekade 90-an, hanya AS dan US yang menguasai penjelajan antariksa. Namun, sejak dekade akhir 90-an, semakin banyak negara yang mulai menjelajah luar angkasa. Jepang ingin menjadi salah satu negara baru penjelajah antariksa itu.

Oleh karena itu, kegagalan Akatsuki adalah sebuah pukulan besar bagi program luar angkasa Jepang. Padahal, sebelumnya, wahana antariksa Hayabusa berhasil menorehkan prestasi sebagai  wahana pertama dalam sejarah yang berhasil membawa pulang material dari luar angkasa. Keberhasilan Hayabusa menunjukkan kepada dunia bahwa Jepang memiliki prestasi teknologi yang tinggi.

Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang selama ini giat mempromosikan industri luar angkasa Jepang kepada negara-negara sahabat melalui pelbagai misi antariksa yang sukses. Kegagalan Akatsuki tentu menjadi batu sandungan bagi promosi gencar itu.

Daily Yomiuri Online menyatakan, agar dapat merebut kembali citranya sebagai negara pengarung luar angkasa, Jepang harus secepatnya menemukan penyebab kegagalan Akatsuki sehingga dapat melaksanakan misi baru paling tidak dalam waktu enam bulan ke depan.

Jadwal terdekat eksplorasi antariksa Jepang adalah 2014, yaitu peluncuran wahana pengorbit Merkurius dan tindak lanjut atas wahana Hayabusa. JAXA juga sedang mempertimbangkan misi ke Mars dan Jupiter. Walaupun Akatsuki mengalami kegagalan, pejabat Kementerian diduga masih akan memperoleh dana besar dari pemerintah.

Pendanaan yang besar itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh program luar angkasa negara-negara yang sedang memulai penjelajahan antariksa, termasuk Indonesia.***

Sumber: Daily Yomiuri Online
Sumber ilustrasi: stp.isas.jaxa.jp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar