Senin, 08 November 2010

Multiverse, menurut Dr. Kaku

"Remarkable claims require remarkable proof." -- Carl Sagan

Jika semesta kita ini memang hanya satu saja dari semesta-semesta yang takberhingga jumlahnya, apa yang akan terjadi? Di semesta yang lain, bisa saja kita tidak pernah ada, atau hanya tetap menjadi impian orangtua kita tak lama setelah mereka menikah, atau kita menjadi orang yang tak mengenal kesedihan. Boleh jadi, di salah satu atau beberapa semesta tidak ada penderitaan.

Gagasan tentang semesta yang paralel bisa dicakup dalam istilah multiverse. “Multi” di situ menunjukkan kuantitas yang banyak, dipertentangkan dengan “uni” dalam universe yang berarti satu atau kesatuan. Ada juga istilah parallel universe atau semesta yang sejajar. Apapun istilahnya, konsep yang terkandung di dalamnya merujuk pada jumlah semesta yang bukan tunggal tetapi plural atau jamak.

Gagasan itu memang lebih mudah diterima oleh imajinasi sehingga penulis dan produser fiksi sains sudah banyak membuat cerita tentangnya. Dr. Michio Kaku, ilmuwan yang meneliti tentang semesta paralel, dalam artikel berjudul “A Voyage Through the Multiverse and Higher Dimensional Hyperspace”, mengakui bahwa gagasan tentang “multiverse” kini telah menjadi teori yang dominan dalam kosmologi.

Menurut Dr. Kaku, Einstein adalah orang pertama yang mengajukan gagasan bahwa alam semesta adalah sebuah buih sabun dan kita tinggal di permukaan buih yang terus mengembang ini. Pengamatan tentang buih yang terus mengembang ini kini merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam fisika dan telah dibuktikan oleh pelbagai pengamatan luar angkasa.

Bayangkan jika buih yang mekar itu direkam dengan video. Kita putar video itu secara terbalik – dari ending ke opening-nya. Buih sabun itu akan menjadi sangat kecil. Jika hal ini memang pernah terjadi, yaitu buih yang menjadi kecil, maka hal ini bisa terjadi berkali-kali. Konsep ini tentu spektakuler: seluruh semesta sebenarnya “sedang” diciptakan ketika Anda sedang membaca tulisan ini.

Ada beberapa teori tentang multiverse atau jagat paralel, yang menurut hipotesis merupakan akibat dari adanya pelbagai dimensi ekstra, misalnya string theory atau bahkan chaotic inflation theory. Bagi Dr Kaku sendiri, teori-teori tersebut memang bersifat estetis (indah).

Dr Kaku menceritakan bahwa pada masa kecilnya, ia tumbuh dalam keluarga Buddhis. Dalam Buddhisme, diyakini bahwa kita tinggal dalam sebuah dunia yang tak punya awal dan akhir. Ketika Kaku kecil bersekolah di sekolah Kristen, ia mempelajari tentang bahtera Nuh, banjir besar dan penciptaan dunia oleh Tuhan. “Terciptalah cahaya”, firman Tuhan. Dua paradigma yang berbeda ini berebut tempat dalam pikiran Dr Kaku.

Dunia tanpa awal dan akhir atau dunia yang diciptakan (oleh Tuhan – dan tentu akan punya akhir)?

Dengan adanya gagasan tentang muiltiverse, kedua gagasan yang saling bersaing itu tidak lagi bertentangan. Menurut Dr Kaku, memang ada nirwana, keadaan tanpa waktu, dimensi hyperspace yang kesebelas, medan teori string. Akan tetapi ada juga gelembung-gelembung sabun yang terbentuk sepanjang waktu. Sesekali gelembung-gelembung itu mengembang begitu cepat dan menciptakan banyak alam semesta.

Sesekali juga gelembung-gelembung itu bergabung dengan gelembung-gelembung yang lain, atau bahkan meletus (Big Bang?). Penciptaan terus menerus ini, atau ide tentang multiverse, menyatukan nirwana dalam Buddhisme dengan episteologi Yudeo-Kristen. Dalam hyperspace dengan sebelas dimensi, gelembung-gelembung dalam jumlah yang tak berhingga mulai mengembang dan bervibrasi (bergetar). Dalam string theory, tentu saja, ada semacam musik string (gesek) yang menghasilkan partikel-partikel yang ada di alam.

Einstein sendiri menghabiskan tiga dekade terakhir dalam hidupnya untuk menjangkau pikiran Tuhan dan bertanya, “Apa yang Tuhan pikirkan?” Pikiran Tuhan itu, menurut gagasan tentang multiverse, adalah sebuah musik kosmik yang beresonansi melalui hyperspace yang memiliki sebelas dimensi. Akan tetapi Tuhan di situ adalah Tuhan seperti yang diterangkan oleh Spinoza, bukan Tuhan personal yang menjawab doa atau mengobati orang sakit.

Tuhan yang dimaksud oleh Dr Kaku adalah Tuhan yang metaforis, yaitu Tuhan yang harmonis dan indah. Dengan kata lain, situasinya tidak harus selalu seperti itu: jagat raya kita ini mungkin juga merupakan jagat yang acak, kacau balau dan jelek. Lagipula, jika multiverse memang benar, tentu akan sangat spektakuler: semua hukum fisika sejak zaman Yunani Kuno akan diringkas dalam sebuah persamaan yang panjangnya kurang dari satu inci.

Dan memang, tujuan string theory adalah memperoleh sebuah persamaan yang sangat singkat. Pada mulanya bukan cahaya melainkan sebuah persamaan matematis yang sangat ringkas dan pendek yang menghasilkan tenaga untuk memutar roda gigi seluruh jagat raya – jagat raya mana pun.

Kita menduga bahwa semesta-semesta paralel itu punya hukum, konstanta dan parameternya masing-masing. Kita bisa mengajukan pertanyaan berikut ini kepada tiap-tiap jagat raya: Berapa lama proton bisa hidup? Seberapa besar gravitasi di sana? Sampai kapan Matahari terbakar? Di mana tempat semesta yang kita tinggali ini dalam lautan gelembung sabut Alam Semesta?

Di semesta kita, bintang-bintang terbakar selama milyaran tahun. Tetapi di salah satu semesta paralel, bintang hanya terbakar sepersekian detik lalu padam dan kehidupan tidak pernah dimulai.

Akan tetapi Dr Kaku menegaskan: portal-portal antardimensi, dimensi-dimensi yang lebih tinggi, walaupun sangat spektakuler, membutuhkan bukti yang teruji. Seperti yang ditekankan oleh astronom Ken Croswell, “Semesta-semesta lain bisa sangat membuai: kita bisa mengatakan apa saja tentang semesta-semesta itu dan tidak akan pernah terbukti salah selama astronom memang belum atau tidak pernah membuktikan keberadaan semesta-semesta tersebut.”

Karena keterbatasan instrumen, teori-teori tentang multiverse selama ini memang belum dapat dibuktikan. Akan tetapi, dengan pelbagai kemajuan dalam bidnag komputer, laser dan teknologi satelit, teori-teori tersebut tampaknya akan memperoleh verifikasi eksperimental – sebuah pembuktian empiris tentang kebenarannya.***


Sumber ilustrasi: bigthink.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar