Selasa, 09 November 2010

Bakteri Mars Mirip dengan Bakteri Bumi

Di Bumi, terdapat bakteri yang memakan batu. Bakteri ini memakan bahan kimia yang dikandung oleh batu sehingga membentuk jalur-jalur yang bisa kita lihat pada permukaan batu atau terowongan-terowongan kecil yang terdapat di dalam batu. Terowongan semacam itu bisa dijumpai pada igneous rocks atau batu api.

Batu api adalah batuan yang terbentuk baik di bawah tanah maupun di atas tanah. Batu ini terbentuk di bawah tanah ketika magma, atau batuan cair, di dalam perut Bumi terjebak dalam sebuah liang kecil dan kemudian menjadi dingin. Batu api juga terbentuk ketika terjadi letusan gunung api, yaitu ketika lava atau magma yang naik ke permukaan Bumi berubah menjadi dingin.

Ada berbagai jenis batu api, yaitu pumice (batu apung), scoria dan obsidian (yang sebenarnya merupakan kaca, bukan mineral), serta granit.

Sebuah studi tentang meteorit yang berasal dari Mars mengungkapkan adanya terowongan mikroskopis yang ukuran, bentuk dan distribusinya mirip dengan terowongan yang terdapat pada bebatuan Bumi. Walaupun ilmuwan belum dapat memperoleh DNA dari batu-batu Mars tersebut, temuan ini merupakan langkah maju dalam SETI. Hasil studi ini dipublikasikan dalam jurnal Astrobiology edisi terbaru (November 2010).

Martin Fisk, profesor geologi kelautan di College of Oceanic and Atmospheric Science di Oregon State University, dan pengarang utama studi tersebut, mengatakan bahwa penemuan jalur-jalur superkecil tersebut tidak mengkonfirmasi bahwa memang terdapat kehidupan di Mars, tetapi tidak adanya DNA pada meteorit juga tidak menghapuskan kemungkinan tersebut.

“Pada dasarnya, semua jejak terowongan yang ditemukan pada batuan Bumi merupakan hasil dari invasi oleh bakteri,” kata Profesor Fisk. “Kami mampu memperoleh DNA dari bebatuan Bumi ini, namun belum mampu melakukannya pada batuan dari Mars.”

Profesor Fisk menambahkan, “Ada dua penjelasan. Yang pertama adalah bahwa ada semacam metode abiotik untuk menciptakan terowongan yang terdapat di dalam batuan Bumi tersebut namun belum kami temukan. Yang kedua adalah bahwa terowongan pada batuan dari Mars pada hakikatnya memang biologis, namun kondisi di Mars sedemikian rupa sehingga DNA tidak bisa bertahan lama di sana.”

Lebih dari 20 meteorit yang berasal dari Mars telah berhasil diidentifikasi. Bebatuan dari Mars ini dipastikan memiliki susunan kimia yang unik berdasarkan gas-gas yang terperangkap di dalamnya. Bebatuan ini terlempar dari Mars ketika tertumbuk oleh asteroid atau komet dan akhirnya meteorit ini melintasi orbit Bumi dan jatuh ke tanah.

Salah satu meteorit Mars adalah Nakhla, yang mendarat di Mesir pada 1911. Batu ini menjadi bahan penelitian Fisk dan kawan-kawan. Ilmuwan telah memperkirakan usia serpihan batu api yang terdapat pada Nakhla. Berat meteorit itu sendiri adalah 20 pon dan usianya 1,3 milyar tahun. Berdasarkan usia lempung yang ditemukan di dalam batu tersebut, batu itu terpapar air sekitar 600 juta tahun silam.

Jika bakteri menggali terowongan di dalam batu tersebut ketika masih basah, maka bakteri itu mungkin telah mati sekitar 600 juta tahun lampau. Oleh karena itu ilmuwan tidak dapat menemukan DNA. DNA adalah senyawa organik yang bisa terurai.

Selama 15 tahun, Profesor Martin Fisk dan kawan-kawan mempelajari mikroba yang bisa mengurai batu api dan hidup dalam batu obsidian. Batu obsidian lebih cenderung tergolong sebagai kaca dan terbentuk karena aktivitas vulkanik. Bakteri semacam itu pertama kali teridentifikasi melalui terowongan kecil yang terdapat di dalam batu. Fisk menemukan DNA pada terowongan semacam itu.

Sampel batu penelitian Fisk berasal dari berbagai macam lingkungan, mulai dari lantai samudera, gurun hingga puncak gunung yang tandus. Mereka bahkan menemukan bakteri di tempat sedalam 4000 meter di bawah permukaan Bumi, tepatnya di Hawaii, yang diperoleh cara dengan mengebor batuan padat.

Aktivitas biologis dalam batu-batu tersebut bermula pada salah satu titik pada batu atau pada pinggiran suatu mineral di mana terdapat air. Batu api pada mulanya adalah batuan yang steril karena meletus pada suhu lebih dari 1000 derajat celcius. Kehidupan, dalam bentuk apapun, tidak bisa dimulai sebelum batu itu menjadi lebih dingin. Bakteri bisa sampai di batu tersebut melalui debu atau air.

Menurut Fisk, “Ada beberapa tipe bakteri yang mampu memanfaatkan energi kimia pada batu-batu tersebut sebagai sumber makanan. Salah satu jenis bakteri bahkan mampu memperoleh energi dari unsur-unsur kimia saja dan salah satu di antara unsur tersebut adalah besi. Unsur ini menyusun sekitar 5 hingga 10 persen batuan vulkanik.”

Kelompok lain dari Oregon State University, yang dipimpin oleh ahli mikrobiologi Stephen Giovannoni, telah mengumpulkan bebatuan dari samudera dan mulai mengembangkan koloni bakteri untuk mencoba mereplikasi bakteri pemakan batu. Lingkungan yang sama biasanya menghasilkan bakteri yang sama. Menurut Fisk, faktor-faktor variabelnya meliputi suhu, kadar pH, garam, dan oksigen.

Batu api dari Mars mirip dengan batu api yang ditemukan di Bumi, termasuk bebatuan yang ditemukan di berbagai lingkungan seperti medan vulkanik yang ditemukan di Kanada. Para ilmuwan OSU berharap dapat menjawab pertanyaan apakah bakteri memang mulai memakan batu segera setelah sampai di batu tersebut. Jawabannya mungkin dapat membantu memperkirakan kapan air – dan mungkin juga kehidupan – pernah ada di Mars.

Sumber: oregonstate.edu
Sumber ilustrasi: jpl.nasa.gov

Tidak ada komentar:

Posting Komentar